Kamis, 24 Maret 2016

Makalah Belajar dan Pembelajaran



MAKALAH SOSIOKULTURAL
  
                                             





Di Susun Sebagai Syarat Melengkapi Tugas Mata Kuliah Belajar Dan Pembelajaran


Dosen Pengampu :  Dr. Suriswo, M.Pd


Di Susun oleh :

1.      Mohammad Ali Sadikin    (1114500006)
2.      Komara Yusuf  N.M         (1114500004)
3.      Nungki Kusuma W           (1114500008)
4.      Amilatun Nazilah              (1114500014)
5.      Iin Farida                          (1114500016)

Progdi : Bimbingan dan Konseling


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PANCASAKTI
2015

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar belakang
Setiap bangsa di dunia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara senantiasa memiliki suatu pandangan hidup, filsafat hidup serta pegangan hidup agar tidak terombang-ambing dalam kancah pergaulan masyarakat internasional. Sehingga setiap bangsa memiliki ciri khas serta pandangan hidup yang berbeda dengan bangsa lain. Negara komunisme dan liberalism meletakkan dasar filsafat negaranya pada suatu konsep ideologi tertentu, misalnya komunisme mendasarkan ideologinya pada konsep pemikiran Karl Marx.
Berbeda dengan bangsa-bangsa lain. Bangsa Indonesia mendasarkan pandangan hidupnya dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara pada suatu asas kultural yang dimiliki dan melekat pada bangsa itu sendiri. Nilai-nilai kenegaraan dan kemasyarakatan yang terkandung dalam sila-sila Pancasila bukanlah hanya merupakan suatu hasil konsep seseorang saja. Melainkan merupakan suatu hasil karya besar bangsa Indonesia sendiri, yang diangkat dari nilai-nilai kultural yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri melalui proses refleksi filosofis para pendiri negara seperti Soekarno, M Hatta, M Yamin, Sepomo serta para tokoh pendiri negara lainnya.
Satu-satunya karya besar bangsa Indonesia yang sejajar dengan karya besar bangsa lain di dunia ini adalah hasil pemikiran tentang bangsa dan negara yang mendasarkan pandangan hidup suatu prinsip nilai yang tertuang dalam sila-sila Pancasila. Oleh karena itu para generasi penerus bangsa terutama dalam kalangan intelektual kampus sudah seharusnya untuk mendalami secara dinamis dalam arti mengembangkannya sesuai dengan tuntutan zaman. Kebudayaan dan pendidikan mempunyai hubungan timbal balik, sebab kebudayaan dapat dilestarikan / dikembangkan dengan jalur mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi penerus dengan jalan pendidikan, baik secara formal maupun informal.
Pendidikan sebagai usaha sadar yang sistematis selalu bertolak dari sejumlah landasan serta pengindahan sejumlah asas-asas tertentu. Landasan dan asas tersebut sangat penting, karena pendidikan merupakan pilar utama terhadap perkembangan manusia dan masyarakat bangsa tertentu. Beberapa landasan pendidikan tersebut adalah landasan filosofis, sosiologis, dan kultural, yang sangat memegang peranan penting dalam menentukan tujuan pendidikan. Selanjutnya landasan ilmiah dan teknologi akan mendorong pendidikan untuk mnjemput masa depan.
Pada awal perkembangannya, suatu kebudayaan terbentuk berkat kemampuan manusia mengatasi kehidupan alamiahnya dan kesengajaan manusia menciptakan lingkungan yang cocok bagi kehidupannya. Setiap individu yang lahir selalu memasuki lingkungan kebudayaan dan lingkungan alamiah itu, dan menghadapi dua sistem sekaligus yaitu sistem kebudayaan dan sistem lingkungan alam.
Pendidikan selalu terkait dengan manusia, sedang setiap manusia selalu menjadi anggota masyarakat dan pendukung kebudayaan tertentu. Kebudayaan dan pendidikan mempunyai hubungan timbal balik, sebab kebudayaan dapat dilestarikan/dikembangkan dengan jalan mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi penerus dengan jalan pendidikan, baik secara informal maupun formal. Sebaliknya bentuk, ciri-ciri, dan pelaksanaan pendidikan itu ikut ditentukan oleh kebudayaan masyarakat di mana proses pendidikan itu berlangsung. Pendidikan dapat dikonsepkan sebagai proses budaya manusia. Kegiatannya dapat berwujud sebagai upaya yang dipikirkan, dirasakan, dan dikehendaki manusia. Pada hakikatnya manusia sebagai mahkluk budaya dapat menyesuaikan diri dengan kebudayaan setempat. Salah satu cara untuk memelihara kebudayaan adalah melalui pengajaran. Jadi pendidikan dapat berfungsi sebagai penyampai, pelestari, dan pengembang kebudayaan.



B.       Rumusan Masalah
1.    Pengertian tentang landasan kultural.
2.    Kebudayaan Nasional sebagai Landasan Sistem Pendidikan Nasional
3.    Pentingnya landasan pendidikan dalam proses pendidikan
4.    Fungsi landasan pendidikan.
5.    Implikasi sosial kultural bagi penyusunan kurikulum

C.      Tujuan Penulisan Makalah
1.    Mengetahui pengertian tentang landasan kultural.
2.    Kebudayaan Nasional sebagai Landasan Sistem Pendidikan Nasional
3.    Mengetahui pentingnya landasan pendidikan dalam proses pendidikan
4.    Mengetahui fungsi landasan pendidikan.
5.    Implikasi sosial kultural bagi penyusunan kurikulum


















BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Landasan Kultural
Landasan sosial-budaya merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai faktor yang mempengeruhi terhadap perilaku individu. Seorang individu pada dasarnya merupakan produk lingkungan sosial-budaya dimana ia hidup. Sejak lahirnya, ia sudah dididik dan dibelajarkan untuk mengembangkan pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan sosial-budaya yang ada di sekitarnya. Kegagalan dalam memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat mengakibatkan tersingkir dari lingkungannya. Lingkungan sosial-budaya yang melatarbelakangi dan melingkupi individu berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan pula dalam proses pembentukan perilaku dan kepribadian individu yang bersangkutan. Apabila perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak “dijembatani”, maka tidak mustahil akan timbul konflik internal maupun eksternal, yang pada akhirnya dapat menghambat terhadap proses perkembangan pribadi dan perilaku individu yang besangkutan dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya.
Dalam proses konseling akan terjadi komunikasi interpersonal antara konselor dengan klien, yang mungkin antara konselor dan klien memiliki latar sosial dan budaya yang berbeda. Pederson dalam Prayitno (2003) mengemukakan lima macam sumber hambatan yang mungkin timbul dalam komunikasi sosial dan penyesuain diri antar budaya, yaitu : (a) perbedaan bahasa; (b) komunikasi non-verbal; (c) stereotipe; (d) kecenderungan menilai; dan (e) kecemasan. Kurangnya penguasaan bahasa yang digunakan oleh pihak-pihak yang berkomunikasi dapat menimbulkan kesalahpahaman. Bahasa non-verbal pun sering kali memiliki makna yang berbeda-beda, dan bahkan mungkin bertolak belakang. Stereotipe cenderung menyamaratakan sifat-sifat individu atau golongan tertentu berdasarkan prasangka subyektif (social prejudice) yang biasanya tidak tepat. Penilaian terhadap orang lain disamping dapat menghasilkan penilaian positif tetapi tidak sedikit pula menimbulkan reaksi-reaksi negatif. Kecemasan muncul ketika seorang individu memasuki lingkungan budaya lain yang unsur-unsurnya dirasakan asing. Kecemasan yanmg berlebihan dalam kaitannya dengan suasana antar budaya dapat menuju ke culture shock, yang menyebabkan dia tidak tahu sama sekali apa, dimana dan kapan harus berbuat sesuatu. Agar komuniskasi sosial antara konselor dengan klien dapat terjalin harmonis, maka kelima hambatan komunikasi tersebut perlu diantisipasi.
Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia, Moh. Surya (2006) mengetengahkan tentang tren bimbingan dan konseling multikultural, bahwa bimbingan dan konseling dengan pendekatan multikultural sangat tepat untuk lingkungan berbudaya plural seperti Indonesia. Bimbingan dan konseling dilaksanakan dengan landasan semangat bhinneka tunggal ika, yaitu kesamaan di atas keragaman. Layanan bimbingan dan konseling hendaknya lebih berpangkal pada nilai-nilai budaya bangsa yang secara nyata mampu mewujudkan kehidupan yang harmoni dalam kondisi pluralistik
B.       Pengertian Teori Landasan Kultural
Kebudayaan menurut Taylor adalah totalitas yang kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat, dan kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh orang sebagai anggotamasyarakat (Imran Manan,1989).
Hal ini tidak di setujui  Hassan (1983), Ia mengemukakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan hasil manusia hidup bermasyarakat yang berisi aksi-aksi  terhadap dan oleh sesama manusia sebagai anggota masyarakat yang merupakan kepandaian, kepercayaan, kesenian, moral, hukum,adat istiadat dan lain-lain kepandaian.
Sedangkan Kneller mengatakan kebudayaan adalah cara hidup yang telah dikembangkan oleh anggota-anggota masyarakat (Imran Manan,1989).
Ada 8 Komponen Kebudayaan sbb:

1.    Gagasan                                        5. Benda
2.    Ideologi                                         6. Kesenian
3.    Norma                                           7. Ilmu
4.   Teknologi                                      8. Kepandaian

Landasan kultural mengandung makna norma dasar pendidikan yang bersumber dari norma kehidupan berbudaya yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk memahami kehidupan berbudaya suatu bangsa kita harus memusatkan perhatian kita pada berbagai dimensi (Sastrapratedja, 1992:145): kebudayaan terkait dengan ciri manusia sendiri sebagai mahluk yang “belum selesai” dan harus berkembang, maka kebudayaan juga terkait dengan usaha pemenuhan kebutuhan manusia yang asasi:   
(1) Kebudayaan dapat dipahami sebagai strategi manusia dalam menghadapi lingkungannya,
(2) Kebudayaan merupakan suatu sistem dan terkait dengan sistem sosial. Kebudayaan dari satu pihak mengkondisikan suatu sistem sosial dalam arti ikut serta membentuk atau mengarahkan, tetapi juga dikondisikan oleh sistem sosial.
Kebudayaan dapat dikelompokan menjadi tiga macam,yaitu:
1.    Kebudayaan umum,misalnya kebudayaan Indonesia
2.    Kebudayaan daerah,misalnya kebudayaan Jawa,Bali,Sunda,dan sebagainya
3.    Kebudayaan populer,suatu kebudayaan yang masa berlakunya rata-rata lebih pendek daripada kedua macam kebudayaan terdahulu.Misalnya,lagu-lagu populer,model film musiman dan sebagainya.
Kneller mengemukakan ada dua tonggak yang membuat kebudayaan berkembang dengan pesat  (Imran manan,1989).Kedua tonggak itu adalah:
1.    Revolusi Industri I dengan diketemukannya mesin uap abad ke-18,yang membuat hasil produksi-produksi berlimpah-limpah serta memberi keuntungan yang besar.Hidup orang-orang menjadi bertambah makmur.
2.    Revolusi industri II sejak tahun 1945 yang menggunakan bahan atom,kimia,mempergunakan alat komputer,yang membuat serba otomatis dengan menggunakan tenaga-tenaga profesional. Revolusi inilah yang membuat zaman sekarang menjadi era globalisasi dan informasi.
Ada tiga hal yang menimbulkan perubahan kebudayaan.Ketiga hal itu menurut Kneller ialah:
1.    Originasi, yaitu sesuatu yang baru atau penemuan-penemuan baru.
Contoh:
·      Teori bumi bulat menggeser teori bumi lempeng
·      Teori dua garis sejajar akan berpotongan di suatu tempat memperbarui teori yang menyatakan tidak berpotongan
·      Konsep anak sebagai orang dewasa dalam bentuk kecil diubah oleh teori baru yang menyatakan anak-anak adalah kesatuan potensi yang sedang berkembang dan tumbuh.
2.    Difusi, yaitu pembentukan kebudayaan baru akibat masuknya elemen-elemen budaya yang baru kedalam budaya yang lama.
Contoh:
·      Musik yang menggabungakan musik barat dengan gamelan sebagai musik timur
·      Teknik pengairan yang memakai bendungan adalah difusi antara teknologi baru dengan teknologi tradisional.
·       Tarian-tarian kontemporer ada kalanya merupakan difusi antara tarian klasik dengan tarian modern.
3.    Reinterpretasi,yaitu perubahan kebudayaan akibat terjadinya modifikasi elemen-elemen kebudayaan yang telah ada agar sesuai dengan keadaan zaman.
Contoh:
·      Surat kawin diadakan karena kebutuhan administrasi,zaman dulu kawin cukup disahkan oleh warga setempat.
·      Berbagai bentuk bangunan disesuaikan dengan selera zaman.
·      Pesawat baling-baling diganti dengan pesawat jet.

Sejak dini anak-anak perlu dididik berpikir kritis. Kemampuan untuk mempertimbangkan secara bebas dikembangkan.Hal ini dapat dapat dilakukan dengan cara memberi kesempatan mengamati, melaksanakan, menghayati, dan menilai kebudayaan itu. Cara ini tidak menerima begitu saja suatu kebudayaan melalui pemahaman dan perasaan dikala berada dalam kandungan kebudayaan itu,yang akhirnya menimbulkan penilaian menerima, merevisi, atau menolak budaya itu.
C.      Tujuan
Kerber dan Smith menyebutkan ada enam fungsi utama kebudayaan dalam kehidupan manusia,yaitu:
1.    Penerus keturunan dan pengasuh anak.
Suatu fungsi yang menjamin kelangsungan hidup biologis kelompok sosial,budaya mendidik yang baik akan banyak orang melaksanakan KB,proses persalinan yang tidak menakutkan,dan pengasuhan anak secara profesional.
2.      Pengembangan kehidupan berekonomi.
Pendidikan sebagai budaya akan membuat orang mampu menjadi pelaku ekonomi yang baik, bisa berproduksi secara efektif dan efisien, dan mengembangkan bakat ekonomi bidang tertentu.
3.      Transmisi budaya.
Mampu membentuk dan mengembangkan generasi baru menjadi orang-orang dewasa yang berbudaya,terutama berbudaya nasional.
4.      Meningkatkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Pendidikan sebagai budaya haruslah dapat membuat anak-anak mengembangkan kata hati dan perasaannya taat terhadap ajaran-ajaran agama yang dipeluknya.
5.      Pengendalian sosial
Yaitu pelembagaan konsep-konsep untuk melindungi kesejahteraan individu dan kelompok. Ada sejumlah lembaga yang berfungsi melindungi kesejahteraan masyarakat,, seperti lembaga hukum, lembaga konsumen, badan pelestarian lingkungan, lembaga permasyarakatan, lembaga pendidikan, dan sebagainya.
6.      Rekreasi
Kegiatan-kegiatan yang memberi kesempatan kepada orang untuk memuaskan kebutuhannya akan permainan-permainan atau untuk main-main.
                        
D.      Peran siswa
Berdasarkan teori Vygotsky, peran siswa:
1.    Siswa memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan zona perkembangan proximalnya atau potensinya melalui belajar dan berkembang;
2.    Pembelajaran perlu lebih dikaitkan dengan tingkat perkembangan potensialnya daripada tingkat perkembangan aktualnya;
3.    Pembelajaran lebih diarahkan pada penggunaan strategi untuk mengembangkan kemampuan intermentalnya daripada kemampuan intramental.
4.    siswa diberi kesempatan yang luas untuk mengintegrasikan pengetahuan deklaratif yang telah dipelajarinya dengan pengetahuan prosedural yang dapat dilakukan untuk tugas-tugas atau pemecahan masalah;
5.    Proses belajar dan pembelajaran tidak bersifat transferal tetapi lebih merupakan kokonstruksi, yaitu proses mengkonstruksi pengetahuan atau makna baru secara bersama-sama antara semua pihak yang terlibat di dalamnya
E.       Peran guru
1.         Guru lebih berperanan sebagai fasilitator, mediator, motivator, evaluator, desainer pembelajaran dan tutor.
2.         Guru membantu perilaku siswa yang belum muncul secara mandiri dalam bentuk pengayaan, remedial pembelajaran.
F.       Penerapan teori
Penerapan teori ini dalam pendidikan dapat terjadi pada 3 jenis pendidikan yaitu:
Pendidikan informal (keluarga) Pendidikan anak dimulai dari lingkungan keluarga, dimana anak pertama kali melihat, memahami, mendapatkan pengetahuan, sikap dari lingkungan keluarganya. Pendidikan nonformal
Pendidikan nonformal yang berbasis budaya banyak bermunculan untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku pada anak, misalnya kursus membatik. Pendidikan ini diberikan untuk membekali anak hal-hal tradisi yang berkembang di lingkungan sosial masyarakatnya.

Pendidikan formal Aplikasi teori sosial-kultural pada pendidikan formal dapat dilihat dari beberapa segi antara lain:
·           Kurikulum
Khususnya untuk pendidikan di Indonesia pemberlakuan kurikulum pendidikan sesuai Peraturan Menteri nomor 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan KTSP, Peraturan Menteri nomor 23 tahun 2006 tentang standar kompetensi, dan Peraturan Menteri nomor 22 tahun 2006 tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar, jelas bahwa pendidikan di Indonesia memberikan pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap kepada anak untuk mempelajari sosio-kultural masyarakat Indonesia maupun masyarakat internasional melalui beberapa mata pelajaran yang telah ditetapkan, di antaranya: pendidikan kewarganegaraan, pengetahuan sosial, muatan lokal, kesenian, dan olah raga.
·       Siswa
Dalam pembelajaran KTSP anak mengalami pembelajaran secara langsung ataupun melalui rekaman. Oleh sebab itu pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap bukan sesuatu yang verbal tetapi anak mengalami pembelajaran secara langsung. Selain itu pembelajaran memberikan kebebasan anak untuk berkembang sesuai bakat, minat, dan lingkungannya pencapaiannya sesuai standar kompetensi yang telah ditetapkan.
·      Guru
Guru bukanlah narasumber segala-galanya, tetapi dalam pembelajaran lebih berperanan sebagai fasilitator, mediator, motivator, evaluator, desainer pembelajaran dan tutor. Masih banyak peran yang lain, oleh karenanya dalam pembelajaran ini peran aktif siswa sangat diharapkan, sedangkan guru membantu perilaku siswa yang belum muncul secara mandiri dalam bentuk pengayaan, remedial pembelajaran.






BAB III
PENUTUP
A.      Simpulan
Pada penerapan pembelajaran dengan teori belajar sosiokultur, guru berfungsi sebagai motivator yang memberikan rangsangan agar siswa aktif dan memiliki gairah untuk berfikir, fasilitator, yang membantu menunjukkan jalan keluar bila siswa menemukan hambatan dalam proses berfikir, menejer yang mengelola sumber belajar, serta sebagai rewarder yang memberikan penghargaan pada prestasi yang dicapai siswa, sehingga mampu meningkatkan motivasi yang lebih tinggi dari dalam diri siswa. Pada intinya, siswalah yang dapat menyelesaikan permasalahannya sendiri untuk membangun ilmu pengetahuan.
Dapat disimpulkan bahwa dalam teori belajar sosiokultur, proses belajar tidak dapat dipisahkan dari aksi (aktivitas) dan interaksi, karena persepsi dan aktivitas berjalan seiring secara dialogis. Belajar merupakan proses penciptaan makna sebagai hasil dari pemikiran individu melalui interaksi dalam suatu konteks sosial. Dalam hal ini, tidak ada perwujudan dari suatu kenyataan yang dapat dianggap lebih baik atau benar. Vygotsky percaya bahwa beragam perwujudan dari kenyataan digunakan untuk beragam tujuan dalam konteks yang berbeda-beda. Pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari aktivitas di mana pengetahuan itu dikonstruksikan, dan di mana makna diciptakan, serta dari komunitas budaya di mana pengetahuan didiseminasikan dan diterapkan. Melalui aktivitas, interaksi sosial, tersebut penciptaan makna terjadi.

B.       Saran
Sebagai mahasiswa calon guru sekolah dasar tentunya kita harus mengetahui bahwa anak usia SD berada dalam Zona Perkembangan Proksimal dimana fungsi-fungsi atau kemampuan yang belum matang yang masih berada pada proses pematangan. Untuk membantu proses pematamgam tersebut kita harus bisa menjadi fasilitator, mediator, motivator, evaluator, desainer pembelajaran dan tutor. Motivator yang memberikan rangsangan agar siswa aktif dan memiliki gairah untuk berfikir, fasilitator yang membantu menunjukkan jalan keluar bila siswa menemukan hambatan dalam proses berfikir, mediator yang mengelola sumber belajar, juga sebagai rewarder yang memberikan penghargaan pada prestasi yang dicapai siswa, sehingga mampu meningkatkan motivasi yang lebih tinggi dari dalam diri siswa.























Daftar pustaka

Anwar, Kasful & Hendra Harmi, 2011, Perencanaan Sistem Pembelajaran Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Bandung: ALFABETA
Siregar, Dewi Salma Prawiradilaga Eveline, 2004, Mozaik Teknologi Pendidikan, Jakarta Timur: PRENADA
Suyono,  2011,  Belajar Dan Pembelajaran, Bandung: Pt Remaja Rosdakarya.
Hariyanto, 2011, BelajarDan  Pembelajaran, Bandung: Pt Remaja Rosdakarya.
Sobry Sutikno, M. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Prospect.
Diposkan oleh sapar wadi di 07.43

Tidak ada komentar: