BAB
1
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Indonesia.
Berbagai pikiran terlintas di benak ketika mendengar kata indonesia. Seribu
wajah yang dimiliki indonesia saat ini tidak terlepas dari masa lalu dan setiap
fenomena yang sedang di alami saat ini. Sayangnya lebih banyak hal negatif yang
bisa diceritakan mengenai kondisi indonesiasaat ini. Hal ini dibuktikan dengan
terjadinya krisis multi dimensi, seperti krisis karakter, krisis ekonomi,
krisis hukum, krisis sosial, krisis budaya, krisis agama, krisis kedaulatan yang
berlangsung cukup lama di indonesia. Hal tersebut menyebabkan semkin
terpuruknya nama baik bangsa indonesia di dunia internasional.
Berbagai
tontonan mengenai krisis multidimensi yang setiap hari disajikan di tengah
keluarga melalui media televisi, tanpa ada upaya dari pemerintah untuk
menyaring dan menyesuaikan dengan kondisi dan situasi masyarakat lambat laun
akan mampu mempengaruhi dan menjadi alasan bagi masyarakat untuk “ikut serta”
terjun dan melakukan hal negatif yang mengakibatkan kondisi negeri ini semakin
dalam terpuruk.
Dengan
banyaknya krisis yang melanda indonesia, dikesempatan kali ini saya akan
membahas tentang kriris karakter yang menjadi momok permasalahan utama bangsa
indonesia yang hampir kehilangan jati dirinya.
B. Rumusan
masalah
Dalam makalah ini akan
dijabarkan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa
penyebab terjadinya krisis karakter?
2. Bagaimana
upaya yang perlu dilakukan untuk mengatasi krisis karakter?
3. Sikap
yang bagaimana yang mencerminkan karakter bangsa indonesia?
C. Tujuan
Pembuatan makalah ini
bertujuan untuk:
1. Memenuhi
tugas Bimbingan Konseling belajar yang diberikan oleh Dra. Hj. Sitti Hartinah,DS, MM
2. Memberikan
informasi tentang kriris karakter yang melanda indonesia.
3. Memberikan
informasi tentang penyelesaian masalah krisis karakter di indonesia.
BAB
2
PEMBAHASAN
A. Penyebab
terjadinya krisis karakter
Semakin terpuruknya kondisi bangsa
Indonesia yang dapat dilihat dari berbagai Krisis multidimensi yang
terus-menerus berlangsung tanpa ada kepastian kapan akan berakhir, ditandai
dengan adanya banyaknya masalah yang timbul dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara mengharuskan berbagai pihak untuk peka, bertindak dan segera mencari
solusi.
Krisis Moral/karakter terjadi
ditandai dengan semakin banyaknya perilaku menyimpang dan di luar batas moral
yang dilakukan mulai dari anak sekolah sampai dengan anggota DPR dan para
pejabat di negeri ini. Makin maraknya kasus korupsi hampir di semua sektor
kehidupan yang makin hari nilainya makin besar dan dilakukan oleh para elit di
negeri ini yang kemudian diikuti oleh hampir semua lapisan masyarakat. Ini
sungguh suatu teladan yang memalukan dan menyedihkan.
Berbagai krisis lain yang terjadi
diantaranya adalah :
·
Krisis
Ekonomi : semakin banyaknya aksi kejahatan dengan berbagai modus dan
motif. Ini mengakibatkan kehidupan masyarakat menjadi tidak aman dan nyaman.
·
Krisis
Hukum : semakin maraknya perdagangan narkoba akibat dari tidak tegasnya
pemimpin negeri ini dalam menangani masalah narkoba.
·
Krisis
Sosial : semakin maraknya konflik antar etnis atau aksi tawuran, baik di
kalangan intelektual bahkan terjadi di dalam kampus dan rumah sakit ataupun di
lingkungan masyarakat yang awam hukum.
·
Krisis
Politik : semakin liarnya perilaku politisi yang senantiasa dipertontonkan
kepada masyarakat luas melalui berbagai media.
·
Krisis
Agama : semakin kurangnya ketakutan manusia Indonesia pada penciptanya
·
Krisis
Budaya : semakin bebasnya dan suksesnya budaya asing masuk dan meracuni
sebagian besar anak muda di kota-kota besar, bahkan sampai di pelosok tanah air
karena hanya sekedar ikut-ikutan trend saat ini sehingga mereka begitu
mengagung-angungkan budaya asing dan melupakan budaya asli Indonesia.
·
Krisis
Kedaulatan : semakin seringnya terjadi pelecehan dan ketidakadilan terhadap
para TKI di luar negeri, maraknya pengakuan-pengakuan atas budaya asli
Indonesia oleh negara tetangga Malaysia selain beberapa pulau dan perbatasan
juga di”claim” sebagai milik mereka. Tidak adanya kejelasan mengenai sumber
daya alam yang dieksplorasi secara kerjasama dengan pihak asing seperti PT
FREEPORT akibat dari lemahnya sumber daya manusia terutama para pemimpin.
·
Krisis
Kepercayaan : melihat fenomena yang terjadi di dalam masyarakat, wajar saja
jika terjadi krisis kepercayaan masyarakat kepada banyak hal.
Krisis multidimensi ini di alami indonesia karena beberapa
hal, diantaranya:
1.
Terlena oleh
Sumber Daya Alam yang Melimpah.
Di setiap
pikiran orang Indonesia sejak puluhan tahun ditanamkan pandangan bahwa
Indonesia adalah negara yang kaya raya. Sumber daya alamnya melimpah. Hal
ini dijadikan salah satu unsur kebanggaan bangsa kita. Memang memiliki
sumberdaya alam yang melimpah perlu disukuri, namun dipihak lain hal itu
juga bisa membawa permasalahan . Masalah pertama, merasa bahwa
persediaan sumberdaya alam identik dengan kekayaan. Padahal untuk mengubahnya
menjadi kekayaan sumberdaya alam ini harus diolah melalui proses yang
memerlukan kecerdasan manusia. Tanpa diintervensi kecerdasan manusia sumber
daya alam tetap tidak punya nilai atau nilainya sangat rendah, bahkan bisa
menjadi beban atau sumber malapetaka. Sejarah kita menunjukkan bahwa kepulauan
Nusantara menjadi incaran kaum penjajah karena daya tarik sumberdaya alamnya. Karena kita
kalah cerdas dari kaum penjajah, kita menjadi masyarakat jajahan selama ratusan
tahun.
Masalah kedua,
karena sudah merasa kaya, lalu merasa tidak perlu kerja keras. Hidup itu bisa
dinikmati begitu saja, seperti yang dinyatakan dalam lagu Kus Plus ......’Orang
bilang tanah kita tanah sorga. Tongkat, kayu dan batu jadi tanaman. Kail dan
jala cukup menghidupimu. Ikan dan udang menghampirimu’.....Masalah ketiga,
karena merasa sudah punya kekayaan yang melimpah dari sumberdaya alam, kita
lalu melupakan atau menomor duakan pengembangan sumber kekayaaan yang
potensinya jauh lebih besar dan sangat diperlukan dalam sistem ekonomi modern
sekarang ini yaitu kualitas manusia dan kualitas masyarakat. Karakter yang kuat
di samping kecerdasan adalah kekayaan sebuah bangsa yang selalu bisa
diperbaharui dan tak habis apabila dimanfaatkan. Jadi tanpa disadari Indonesia
telah menjadi korban ’resource curse’, di mana ’kekayan alam ’
telah menjadi belenggu daripada menjadi pemicu dan pemacu dalam mencapai
kemajuan yang lebih besar.
2.
Pembangunan
ekonomi yang terlalu bertumpu pada modal fisik.
Walaupun tidak
dinyatakan secara resmi, namun secara tersirat sangat jelas bahwa pembangunan
ekonomi selama tiga dekade pada jaman pemerintahan Presiden Suharto adalah
pembangunan yang bertumpu pada modal fisik. Seolah-olah Republik ini di masa
depan akan bisa berjaya selamanya dengan mengandalkan sumber daya alam dan
hutang luar negeri. Seolah-olah minyak, batubara, tembaga, emas, hutan akan
bisa kita pakai sebagai tumpuan kesejahteraan bangsa kita untuk selama-lamanya.
Di samping itu, ukuran
keberhasilan pembangunan yang kita banggakan pun sebagian besar lebih bersifat
fisik. Inilah penyebab utama mengapa selama periode tersebut kita mengabaikan
pengembangan modal yang bukan bersifat fisik, atau modal yang nirwujud atau
modal maya, seperti tingkat kecerdasan bangsa, pembangunan karakter bangsa,
yang justru menjadi tumpuan utama kemajuan ekonomi bangsa-bangsa lain di dunia.
Kita nomor duakan atau nomor tigakan pendidikan. Pendidikan, dalam arti
luas, yang menjadi media utama dalam meningkatkan kecerdasan bangsa, dan
penguatan karakter bangsa, tidak menjadi prioritas utama.
3.
Surutnya
idealisme, berkembangnya pragmatisme ‘overdoses’.
Selama tiga dekade, di
masa pemerintahan Presiden Soeharto kita hidup di bawah doktrin ‘ekonomi
sebagai panglima’. Ini dianggap sebagai koreksi terhadap doktrin dari
pemerintah sebelumnya yang dianggap mempanglimakan politik. Sebagai konsekuansi
logisnya, keberhasilan atau kemajuan cenderung hanya dilihat dari
besaran-besaran yang bisa diukur dalam variabel ekonomi, khususnya pertumbuhan
ekonomi. Hal-hal yang tidak bisa diukur dalam besaran ekonomi lalu
cenderung dianggap tidak penting. Atau diabaikan. Memang benar
pertumbuhan ekonomi itu perlu untuk mengimbangi pertumbuhan penduduk dan
meningkatkan pendapatan per kapita. Namun hal itu hendaknya jangan dicapai
dengan mengorbankan hal-hal yang kelihatannya tidak ‘ekonomik’, seperti harga
diri bangsa, kohesivitas masyarakat dan etika. Kecenderungan yang terlalu
mengedepankan keberhasilan ekonomi (jangka pendek) telah membuat sebagian
dari masyarakat terperangkap dalam pragmatisme yang overdoses, dan
kemudian terjebak dalam sikap atau perilaku ‘tujuan menghalalkan cara’.
Idealisme saat itu tidak penting, bahkan sering menjadi bahan cemoohan. Ini
adalah era di mana banyak orang percaya bahwa orang jujur tidak bisa maju
secara ekonomik
4.
Kurang
Berhasil Belajar dari Pengalaman Bangsa Sendiri.
Dalam
perjalanan sejarah perjuangan bangsa kita, untuk mencapai kemerdekaan ada
perubahan cara berjuang dari berjuang dengan mengandalkan kekuatan atau modal
fisik menjadi berjuang dengan mengandalkan kekuatan atau modal maya. Beberapa
pahlawan Nasional kita, seperti Pattimura, Diponegoro, Teuku Umar, mengangkat
senjata, mengobarkan peperangan untuk mengusir penjajah Belanda dari bumi
Indonesia. Mereka adalah tokoh-tokoh yang gagah berani yang tidak takut
mempertaruhkan nyawanya untuk sebuah cita-cita luhur. Namun demikian, mereka
belum berhasil mengalahkan penjajah lewat kekuatan senjata.
Generasi
berikutnya, Bung Karno, Bung Hatta, dan pejuang seangkatannya memilih
memperjuangkan kemerdekaan dengan kekuatan intelektual mereka, dengan membangun
modal sosial, dan membangun kredibilitas di dunia internasional. Mereka
membangun partai politik, mereka meningkatkan kecerdasan rakyat, membangun
kesadaran baru yaitu kesadaran sebagai satu bangsa, mengembangkan visi atau
idealisme, membangkitkan kepercayaan diri, menumbuhkan rasa harga diri,
membangkitkan semangat, menumbuhkan keberanian dan kerelaan berkorban. Mereka
membangun kredibilitas kepemimpinan mereka di mata internasional. Semua hal
yang mereka bangun bersifat maya, tidak satupun bersifat fisik. Untuk mengembangkan
kemampuan membangun modal maya ini, mereka tidak segan-segan belajar dari
pengalaman bangsa lain, dari pemikir dan pejuang besar di dunia. Memang
menjelang dan beberapa waktu sesudah proklamasi kemerdekaan ada perjuangan
bersenjata. Namun perjuangan bersenjata tersebut adalah bagian dari
strategi perjuangan yang lebih besar yang berdasarkan kecerdasan.
B. Upaya mengatasi krisis karakter
Dalam
mengatasi krisis karakter, perlu adanya dukungan dari pemerintah indonesia.
Beruntung, pemerintah menyadari maslaha yang di hadapi oleh bangsa indonesia.
Hal ini dibuktikan dengan di adakannya pendidikan karakter di indonesia.
Pendidkan merupakan Media yang cukup
ampuh untuk mengubah mentalitas bangsa. Pendidikan yang mampu memperbaiki
mentalitas adalah pendidikan yang dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan
sepenuh hati, bukan hanya sekedar formalitas atau kepura-puraan. Ironisnya,
permasalahan yang serius faktanya juga terjadi di dunia pendidikan. Pelanggaran
etika sosial dan susila serta kekerasan dalam berbagai bentuknya sering
terjadi seperti: perkelahian antar pelajar, seks bebas, tindak pidana,
sikap tidak etis terhadap guru, berbagai bentuk pelanggaran tata tertib
sekolah, masih minimnya prestasi yang dicapai para pelajar kita, sampai pada
masalah komersialisasi pendidikan. Fenomena tersebut, apabila kita renungkan
akan menimbulkan keprihatinan yang mendalam. Prihatin terhadap kualitas
generasi muda di masa depan, prihatin terhadap citra dan daya saing bangsa kita
yang semakin rendah dan direndahkan oleh bangsa-bangsa lain.
Persoalan karakter bangsa kini
menjadi sorotan tajam masyarakat. Persoalan yang muncul di masyarakat seperti
korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan, perkelahian massa, kehidupan
ekonomi yang konsumtif, kehidupan politik yang tidak produktif, dan sebagainya
menjadi topik pembahasan hangat di berbagai kesempatan. Berbagai alternatif
penyelesaian atas persoalan karakter bangsa telah diajukan seperti peraturan,
undang-undang, serta peningkatan upaya pelaksanaan dan penerapan hukum yang
lebih kuat.
Alternatif lain yang banyak
dikemukakan untuk mengatasi persoalan karakter bangsa adalah pendidikan.
Pendidikan dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif dalam peranannya
membangun generasi baru yang lebih baik. Sebagai alternatif yang bersifat
preventif, pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda
bangsa dalam berbagai aspek yang dapat mengurangi penyebab berbagai masalah
karakter bangsa.
Undang-undang Republik Indonesia No.
20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan
fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan
upaya pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan, “Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Pendidikan
Nasional sudah mencanangkan penerapan pendidikan karakter untuk semua tingkat
pendidikan, dari SD hingga Perguruan Tinggi. Menurut Mendiknas, Prof. Muhammad
Nuh, pembentukan karakter perlu dilakukan sejak usia dini. Jika karakter sudah
terbentuk sejak usia dini, kata Mendiknas, maka tidak akan mudah untuk mengubah
karakter seseorang. Ia juga berharap, pendidikan karakter dapat membangun
kepribadian bangsa.
C. Karakter
bangsa indonesia
Indonesia
merupakan negeri yang kaya. Berbagai suku dan ras berhambur di daratan dan
lautan indonesia. Keberaneka ragaman ini menjadikan indonesia menjadi negeri
seribu budaya. Budaya-budaya ini menjadikan bangsa indonesia memiliki sikap
saling menghargai. Berikut ini dalah sikap yang patut ada di dalam diri bangsa
indonesia:
No.
|
Nilai
|
Deskripsi
|
1
|
Religius
|
Sikap dan perilaku yang patuh
dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan
ibadaah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
|
2
|
Jujur
|
Perilaku yang didasarkan pada
upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam
perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
|
3
|
Toleransi
|
Sikap dan tindakan yang menghargai
perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang
bebeda darinya.
|
4
|
Disiplin
|
Tindakan yang menunjukkan perilaku
tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
|
5
|
Kerja Keras
|
Perilaku yang menunjukkan upaya
sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta
menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
|
6
|
Kreatif
|
Berpikir dan melakukan sesuatu
untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
|
7
|
Mandiri
|
Sikap dan perilaku yang tidak
mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
|
8
|
Demokratis
|
Cara berpikir, bersikap, dan
bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
|
9
|
Rasa Ingin Tahu
|
Sikap dan tindakan yang selalu
berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang
dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
|
10
|
Semangat Kebangsaan
|
Cara berpikir, bertindak, dan
berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan
diri dan kelompoknya.
|
11
|
Cinta Tanah Air
|
Cara berpikir, bersikap, dan
berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi
terhadap bangsa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik
bangsa.
|
12
|
Menghargai Prestasi
|
Sikap dan tindakan yang mendorong
dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan
mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
|
13
|
Bersahabat/Komunikatif
|
Tindakan yang memperlihatkan rasa
senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
|
14
|
Cinta Damai
|
Sikap, perkataan, dan tindakan
yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
|
15
|
Gemar Membaca
|
Kebiasaan menyediakan waktu untuk
membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
|
16
|
Peduli Lingkungan
|
Sikap dan tindakan yang selalu
berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan
mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah
terjadi.
|
17
|
Peduli Sosial
|
Sikap dan tindakan yang selalu
ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
|
18
|
Tanggung Jawab
|
Sikap dan perilaku seseorang untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap
diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan
Tuhan Yang Maha Esa
|
BAB
3
PENUTUP
Simpulan
Indonesia
merupakan negeri yang kaya. Berbagai suku dan ras berhambur di daratan dan
lautan indonesia. Keberaneka ragaman ini menjadikan indonesia menjadi negeri
seribu budaya. Namun, dewasa ini indonesia dilanda krisis karakter yang
disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
1. Terlena
dengan kekayaan yang ada
2. Pembangunan ekonomi yang terlalu bertumpu pada modal fisik.
3. Surutnya idealisme, berkembangnya pragmatisme ‘overdoses’.
4. Kurang Berhasil Belajar dari Pengalaman Bangsa Sendiri.
Krisis tersebut dapat di minimalisir
dengan diadakan pendidikan karakter bangsa indonesia. Pendidikan kaarakter adalah langkah paling sesuai untuk masalah
krisis karakter. Karena pendidikan merupakan media yang paling berpengaruh
dalam membentuk suatu karakter dan kualitas bangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar