Kamis, 24 Maret 2016

Makalah Krisis Karakter



BAB 1
PENDAHULUAN
A.      Latar belakang
Indonesia. Berbagai pikiran terlintas di benak ketika mendengar kata indonesia. Seribu wajah yang dimiliki indonesia saat ini tidak terlepas dari masa lalu dan setiap fenomena yang sedang di alami saat ini. Sayangnya lebih banyak hal negatif yang bisa diceritakan mengenai kondisi indonesiasaat ini. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya krisis multi dimensi, seperti krisis karakter, krisis ekonomi, krisis hukum, krisis sosial, krisis budaya, krisis agama, krisis kedaulatan yang berlangsung cukup lama di indonesia. Hal tersebut menyebabkan semkin terpuruknya nama baik bangsa indonesia di dunia internasional.
Berbagai tontonan mengenai krisis multidimensi yang setiap hari disajikan di tengah keluarga melalui media televisi, tanpa ada upaya dari pemerintah untuk menyaring dan menyesuaikan dengan kondisi dan situasi masyarakat lambat laun akan mampu mempengaruhi dan menjadi alasan bagi masyarakat untuk “ikut serta” terjun dan melakukan hal negatif yang mengakibatkan kondisi negeri ini semakin dalam terpuruk.
Dengan banyaknya krisis yang melanda indonesia, dikesempatan kali ini saya akan membahas tentang kriris karakter yang menjadi momok permasalahan utama bangsa indonesia yang hampir kehilangan jati dirinya.
B.  Rumusan masalah
Dalam makalah ini akan dijabarkan rumusan masalah sebagai berikut:
1.    Apa penyebab terjadinya krisis karakter?
2.    Bagaimana upaya yang perlu dilakukan untuk mengatasi krisis karakter?
3.    Sikap yang bagaimana yang mencerminkan karakter bangsa indonesia?
C.  Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk:
1.    Memenuhi tugas Bimbingan Konseling belajar yang diberikan oleh Dra. Hj. Sitti Hartinah,DS, MM
2.    Memberikan informasi tentang kriris karakter yang melanda indonesia.
3.    Memberikan informasi tentang penyelesaian masalah krisis karakter di indonesia.


BAB 2
PEMBAHASAN

A.  Penyebab terjadinya krisis karakter
Semakin terpuruknya kondisi bangsa Indonesia yang dapat dilihat dari berbagai Krisis multidimensi yang terus-menerus berlangsung tanpa ada kepastian kapan akan berakhir, ditandai dengan adanya banyaknya masalah yang timbul dalam kehidupan berbangsa dan bernegara mengharuskan berbagai pihak untuk peka, bertindak dan segera mencari solusi.
Krisis Moral/karakter terjadi ditandai dengan semakin banyaknya perilaku menyimpang dan di luar batas moral yang dilakukan mulai dari anak sekolah sampai dengan anggota DPR dan para pejabat di negeri ini. Makin maraknya kasus korupsi hampir di semua sektor kehidupan yang makin hari nilainya makin besar dan dilakukan oleh para elit di negeri ini yang kemudian diikuti oleh hampir semua lapisan masyarakat. Ini sungguh suatu teladan yang memalukan dan menyedihkan.
Berbagai krisis lain yang terjadi diantaranya adalah :
·       Krisis Ekonomi :  semakin banyaknya aksi kejahatan dengan berbagai modus dan motif. Ini mengakibatkan kehidupan masyarakat menjadi tidak aman dan nyaman.
·       Krisis Hukum : semakin maraknya perdagangan narkoba akibat dari tidak tegasnya pemimpin negeri ini dalam menangani masalah narkoba.
·       Krisis Sosial : semakin maraknya konflik antar etnis atau aksi tawuran, baik di kalangan intelektual bahkan terjadi di dalam kampus dan rumah sakit ataupun di lingkungan masyarakat yang awam hukum.
·       Krisis Politik : semakin liarnya perilaku politisi yang senantiasa dipertontonkan kepada masyarakat luas melalui berbagai media.
·       Krisis Agama : semakin kurangnya ketakutan manusia Indonesia pada penciptanya
·       Krisis Budaya : semakin bebasnya dan suksesnya budaya asing masuk dan meracuni sebagian besar anak muda di kota-kota besar, bahkan sampai di pelosok tanah air karena hanya sekedar ikut-ikutan trend saat ini sehingga  mereka begitu mengagung-angungkan budaya asing dan melupakan budaya asli Indonesia.
·       Krisis Kedaulatan : semakin seringnya terjadi pelecehan dan ketidakadilan terhadap para TKI di luar negeri, maraknya pengakuan-pengakuan atas budaya asli Indonesia oleh negara tetangga Malaysia selain beberapa pulau dan perbatasan juga di”claim” sebagai milik mereka. Tidak adanya kejelasan mengenai sumber daya alam yang dieksplorasi secara kerjasama dengan pihak asing seperti PT FREEPORT akibat dari lemahnya sumber daya manusia terutama para pemimpin.
·       Krisis Kepercayaan : melihat fenomena yang terjadi di dalam masyarakat, wajar saja jika terjadi krisis kepercayaan masyarakat kepada banyak hal.
Krisis multidimensi ini di alami indonesia karena beberapa hal, diantaranya:
1.         Terlena oleh Sumber Daya Alam yang Melimpah.
Di setiap pikiran orang Indonesia sejak puluhan tahun ditanamkan pandangan bahwa Indonesia adalah negara yang kaya raya. Sumber daya alamnya melimpah.  Hal ini dijadikan salah satu unsur kebanggaan bangsa kita. Memang memiliki sumberdaya alam yang melimpah  perlu disukuri, namun dipihak lain hal itu juga bisa membawa permasalahan . Masalah   pertama, merasa bahwa persediaan sumberdaya alam identik dengan kekayaan. Padahal untuk mengubahnya menjadi kekayaan sumberdaya alam ini harus diolah melalui proses yang memerlukan kecerdasan manusia. Tanpa diintervensi kecerdasan manusia sumber daya alam tetap tidak punya nilai atau nilainya sangat rendah, bahkan bisa menjadi beban atau sumber malapetaka. Sejarah kita menunjukkan bahwa kepulauan Nusantara menjadi incaran kaum penjajah karena daya tarik sumberdaya alamnya. Karena kita kalah cerdas dari kaum penjajah, kita menjadi masyarakat jajahan selama ratusan tahun. 

Masalah kedua, karena sudah merasa kaya, lalu merasa tidak perlu kerja keras. Hidup itu bisa dinikmati begitu saja, seperti yang dinyatakan dalam lagu Kus Plus ......’Orang bilang tanah kita tanah sorga. Tongkat, kayu dan batu jadi tanaman. Kail dan jala cukup menghidupimu. Ikan dan udang menghampirimu’.....Masalah ketiga, karena merasa sudah punya kekayaan yang melimpah dari sumberdaya alam, kita lalu melupakan atau menomor duakan pengembangan sumber kekayaaan yang potensinya jauh lebih besar dan sangat diperlukan dalam sistem ekonomi modern sekarang ini yaitu kualitas manusia dan kualitas masyarakat. Karakter yang kuat di samping kecerdasan adalah kekayaan sebuah bangsa yang selalu bisa diperbaharui dan tak habis apabila dimanfaatkan. Jadi tanpa disadari Indonesia telah menjadi korban ’resource curse’, di mana  ’kekayan alam ’ telah menjadi  belenggu daripada menjadi pemicu dan pemacu dalam mencapai kemajuan yang lebih besar.

2.         Pembangunan ekonomi yang terlalu bertumpu pada modal fisik.
Walaupun tidak dinyatakan secara resmi, namun secara tersirat sangat jelas bahwa pembangunan ekonomi selama tiga dekade pada jaman pemerintahan Presiden Suharto adalah pembangunan yang bertumpu pada modal fisik. Seolah-olah Republik ini di masa depan akan bisa berjaya selamanya dengan mengandalkan sumber daya alam dan hutang luar negeri. Seolah-olah minyak, batubara, tembaga, emas, hutan akan bisa kita pakai sebagai tumpuan kesejahteraan bangsa kita untuk selama-lamanya.

                    Di samping itu, ukuran keberhasilan pembangunan yang kita banggakan pun sebagian besar lebih bersifat fisik. Inilah penyebab utama mengapa selama periode tersebut kita mengabaikan pengembangan modal yang bukan bersifat fisik, atau modal yang nirwujud atau modal maya, seperti tingkat kecerdasan bangsa, pembangunan karakter bangsa, yang justru menjadi tumpuan utama kemajuan ekonomi bangsa-bangsa lain di dunia. Kita nomor duakan atau nomor tigakan  pendidikan. Pendidikan, dalam arti luas, yang menjadi media utama dalam meningkatkan kecerdasan bangsa, dan penguatan karakter bangsa, tidak menjadi prioritas utama.

3.         Surutnya idealisme, berkembangnya pragmatisme ‘overdoses’.
                    Selama  tiga dekade, di masa pemerintahan Presiden Soeharto kita hidup di bawah doktrin ‘ekonomi sebagai panglima’. Ini dianggap sebagai koreksi terhadap doktrin dari pemerintah sebelumnya yang dianggap mempanglimakan politik. Sebagai konsekuansi logisnya, keberhasilan atau kemajuan cenderung hanya dilihat dari besaran-besaran yang bisa diukur dalam variabel ekonomi, khususnya pertumbuhan ekonomi. Hal-hal yang tidak bisa diukur dalam besaran ekonomi lalu cenderung  dianggap tidak penting. Atau diabaikan. Memang benar pertumbuhan ekonomi itu perlu untuk mengimbangi pertumbuhan penduduk dan meningkatkan pendapatan per kapita. Namun hal itu hendaknya jangan dicapai dengan mengorbankan hal-hal yang kelihatannya tidak ‘ekonomik’, seperti harga diri bangsa, kohesivitas masyarakat dan etika. Kecenderungan yang terlalu mengedepankan keberhasilan ekonomi (jangka pendek) telah membuat  sebagian dari masyarakat terperangkap dalam pragmatisme yang overdoses, dan kemudian terjebak dalam sikap atau perilaku ‘tujuan menghalalkan cara’. Idealisme saat itu tidak penting, bahkan sering menjadi bahan cemoohan. Ini adalah era di mana banyak orang percaya bahwa orang jujur tidak bisa maju secara ekonomik

4.         Kurang Berhasil  Belajar dari Pengalaman  Bangsa Sendiri.
Dalam perjalanan sejarah perjuangan bangsa kita,  untuk mencapai kemerdekaan ada perubahan cara berjuang dari berjuang dengan mengandalkan kekuatan atau modal fisik menjadi berjuang dengan mengandalkan kekuatan atau modal maya. Beberapa pahlawan Nasional kita, seperti Pattimura, Diponegoro, Teuku Umar, mengangkat senjata, mengobarkan peperangan untuk mengusir penjajah Belanda dari bumi Indonesia. Mereka adalah tokoh-tokoh yang gagah berani yang tidak takut mempertaruhkan nyawanya untuk sebuah cita-cita luhur. Namun demikian, mereka belum berhasil mengalahkan penjajah lewat kekuatan senjata.

Generasi berikutnya, Bung Karno, Bung Hatta, dan pejuang seangkatannya memilih memperjuangkan kemerdekaan dengan kekuatan intelektual mereka, dengan membangun modal sosial, dan membangun kredibilitas di dunia internasional. Mereka membangun partai politik, mereka meningkatkan kecerdasan rakyat, membangun kesadaran baru yaitu kesadaran sebagai satu bangsa, mengembangkan visi atau idealisme, membangkitkan kepercayaan diri, menumbuhkan rasa harga diri, membangkitkan semangat, menumbuhkan keberanian dan kerelaan berkorban. Mereka membangun kredibilitas kepemimpinan mereka di mata internasional. Semua hal yang mereka bangun bersifat maya, tidak satupun bersifat fisik. Untuk mengembangkan kemampuan membangun modal maya ini, mereka tidak segan-segan belajar dari pengalaman bangsa lain, dari pemikir dan pejuang besar di dunia.  Memang menjelang dan beberapa waktu sesudah proklamasi kemerdekaan ada perjuangan bersenjata. Namun perjuangan bersenjata tersebut adalah  bagian dari strategi perjuangan yang lebih besar yang berdasarkan kecerdasan.

B.  Upaya mengatasi krisis karakter

Dalam mengatasi krisis karakter, perlu adanya dukungan dari pemerintah indonesia. Beruntung, pemerintah menyadari maslaha yang di hadapi oleh bangsa indonesia. Hal ini dibuktikan dengan di adakannya pendidikan karakter di indonesia.
Pendidkan merupakan Media yang cukup ampuh untuk mengubah mentalitas bangsa. Pendidikan yang mampu memperbaiki mentalitas adalah pendidikan yang dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan sepenuh hati, bukan hanya sekedar formalitas atau kepura-puraan. Ironisnya, permasalahan yang serius faktanya juga terjadi di dunia pendidikan. Pelanggaran etika sosial dan susila serta  kekerasan dalam berbagai bentuknya sering terjadi seperti: perkelahian antar pelajar, seks bebas, tindak pidana,  sikap tidak etis terhadap guru, berbagai bentuk pelanggaran tata tertib sekolah, masih minimnya prestasi yang dicapai para pelajar kita, sampai pada masalah komersialisasi pendidikan. Fenomena tersebut, apabila kita renungkan akan menimbulkan keprihatinan yang mendalam. Prihatin terhadap kualitas generasi muda di masa depan, prihatin terhadap citra dan daya saing bangsa kita yang semakin rendah dan direndahkan oleh bangsa-bangsa lain.
Persoalan karakter bangsa kini menjadi sorotan tajam masyarakat. Persoalan yang muncul di masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan, perkelahian massa, kehidupan ekonomi yang konsumtif, kehidupan politik yang tidak produktif, dan sebagainya menjadi topik pembahasan hangat di berbagai kesempatan. Berbagai alternatif penyelesaian atas persoalan karakter bangsa telah diajukan seperti peraturan, undang-undang, serta peningkatan upaya pelaksanaan dan penerapan hukum yang lebih kuat.
Alternatif lain yang banyak dikemukakan untuk mengatasi persoalan karakter bangsa adalah pendidikan. Pendidikan dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif dalam peranannya membangun generasi baru yang lebih baik. Sebagai alternatif yang bersifat preventif, pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam berbagai aspek yang dapat mengurangi penyebab berbagai masalah karakter bangsa.
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Pendidikan Nasional sudah mencanangkan penerapan pendidikan karakter untuk semua tingkat pendidikan, dari SD hingga Perguruan Tinggi. Menurut Mendiknas, Prof. Muhammad Nuh, pembentukan karakter perlu dilakukan sejak usia dini. Jika karakter sudah terbentuk sejak usia dini, kata Mendiknas, maka tidak akan mudah untuk mengubah karakter seseorang. Ia juga berharap, pendidikan karakter dapat membangun kepribadian bangsa.


C.  Karakter bangsa indonesia

Indonesia merupakan negeri yang kaya. Berbagai suku dan ras berhambur di daratan dan lautan indonesia. Keberaneka ragaman ini menjadikan indonesia menjadi negeri seribu budaya. Budaya-budaya ini menjadikan bangsa indonesia memiliki sikap saling menghargai. Berikut ini dalah sikap yang patut ada di dalam diri bangsa indonesia:

No.
Nilai
Deskripsi
1
Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadaah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2
Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3
Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang bebeda darinya.
4
Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5
Kerja Keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6
Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7
Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8
Demokratis
Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9
Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10
Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11
Cinta Tanah Air
Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bangsa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
12
Menghargai Prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13
Bersahabat/Komunikatif
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
14
Cinta Damai
Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15
Gemar Membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16
Peduli Lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17
Peduli Sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18
Tanggung Jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa





















BAB 3
PENUTUP

Simpulan

Indonesia merupakan negeri yang kaya. Berbagai suku dan ras berhambur di daratan dan lautan indonesia. Keberaneka ragaman ini menjadikan indonesia menjadi negeri seribu budaya. Namun, dewasa ini indonesia dilanda krisis karakter yang disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
1.     Terlena dengan kekayaan yang ada
2.     Pembangunan ekonomi yang terlalu bertumpu pada modal fisik.
3.     Surutnya idealisme, berkembangnya pragmatisme ‘overdoses’.
4.     Kurang Berhasil  Belajar dari Pengalaman  Bangsa Sendiri.

Krisis tersebut dapat di minimalisir dengan diadakan pendidikan karakter bangsa indonesia. Pendidikan kaarakter  adalah langkah paling sesuai untuk masalah krisis karakter. Karena pendidikan merupakan media yang paling berpengaruh dalam membentuk suatu karakter dan kualitas bangsa.

Tidak ada komentar: