BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Penulisan
Indonesia merupakan
negara kepulauan yang bercirikan benua maritim
dengan 176 kabupaten dan 30 kota dari sekitar 368 kabupaten dan kota, yang mempunyai
wilayah pesisir dan laut (Sulasdi, 2001; 44). Kondisi ini dapat digunakan
sebagai dasar kuat untuk mengatakan bahwa Indonesia sesungguhnya merupakan
negara maritim. Kebanyakan masyarakat yang tinggal ditepi pantai, pantai
merupakan tempat sumber perekonomian mereka. Namun, dalam hal tertentu,
terdapat gejala alam yang disebabkan oleh perluasan daerah pemukiman yang
membabibuta, yaitu terjadinya erosi pantai (abrasi).
Dari sudut pandang
keseimbangan interaksi antara kekuatan-kekuatan asal darat dan
kekuatan-kekuatan asal laut, erosi pantai (abrasi) terjadi karena
kekuatan-kekuatan asal laut lebih kuat daripada kekuatan-kekuatan asal darat.
Erosi pantai (abrasi) dapat diprediksi kejadiannya berdasarkan pada pola arah
angin dan kecepatan angin yang terdapat disuatu kawasan, orientasi garis
pantai, konfigurasi garis pantai, dan material penyusun pantai. Erosi pantai
(abrasi) saat ini sudah sering terjadi terutama didaerah pantai yang tidak
terlindungai baik oleh vegetasi maupun pola hidup masyarakat yang tinggal di
sekitar pantai. Salah satu upaya yang bisa kita lakukan sebagai pengurangan
terjadinya erosi pantai yaitu dengan melestarikan hutan bakau. Karena tanaman
bakau memiliki akar yang kuat utuk menahan material-material pantai sehingga
mengurangi terjadinya erosi di pantai (abrasi). Oleh karena itu, pada makalah
ini akan mengulas sedikitnya tentang pelestarian hutan bakau sebagai upaya mencegah
erosi pantai secara umum.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
erosi pantai dapat terjadi?
2. Apa
yang menyebabkan terjadinya erosi pantai?
3. Dimana
saja tempat-tempat yang telah mengalami erosi pantai (abrasi)?
4. Bagaimana
keadaan pemukiman penduduk dan masyarakat yang berada di daerah pantai yang
mengalami abrasi tersebut?
5. Bagaimana
peranan hutan bakau dalam usaha pencegahan terjadinya erosi pantai?
C. Tujuan
penulisan
1. Untuk
mengetahui terjadinya proses erosi pantai.
2. Untuk
mengetahui penyebab-penyebab terjadinya erosi pantai.
3. Untuk
mengetahui tempat-tempat yang telah mengalami erosi pantai (abrasi).
4. Untuk
mengetahui keadaan yang tampak pada pemukiman penduduk dan masyarakat yang
berada di daerah pantai yang mengalami abrasi.
5. Untuk
mengetahui peranan hutan bakau dalam usaha pencegahan terjadinya erosi pantai.
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Proses
Terjadinya Erosi Pantai (Abrasi)
Erosi pantai atau
sering juga disebut abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga
gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak. Kerusakan garis pantai
akibat abrasi ini dipacu oleh terganggunya keseimbangan alam daerah pantai tersebut.
Walaupun abrasi bisa disebabkan oleh gejala alami, namun manusia sering disebut
sebagai penyebab utama abrasi. Salah satu cara untuk mencegah terjadinya abrasi
adalah dengan penanaman hutan mangrove.
Abrasi dapat terjadi
karena dua faktor, yaitu faktor alam dan faktor manusia. Proses terjadinya
abrasi karena faktor alam disebabkan oleh angin yang bertiup di atas lautan
yang menimbulkan gelombang dan arus laut sehingga mempunyai kekuatan untuk
mengikis daerah pantai. Gelombang yang tiba di pantai dapat menggetarkan tanah
atau batuan yang lama kelamaan akan terlepas dari daratan. Selain faktor alam,
abrasi juga disebabkan oleh faktor manusia, misalnya penambangan pasir.
Penambangan pasir sangat berperan banyak terhadap abrasi pantai, baik di daerah
tempat penambangan pasir maupun di daerah sekitarnya karena terkurasnya pasir
laut akan sangat berpengaruh terhadap kecepatan dan arah arus laut yang
menghantam pantai.
Dalam skala waktu besar, jangka panjang, erosi pantai berlangsung terus menerus sampai kondisi keseimbangan konfigurasi garis pantai tercapai atau keseimbangan berubah karena perubahan kondisi lingkungan dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dalam jangka pendek, temporer, erosi pantai terjadi pada saat musim angin tertentu berlaku, dan berhenti ketika musim berganti.
Dalam skala waktu besar, jangka panjang, erosi pantai berlangsung terus menerus sampai kondisi keseimbangan konfigurasi garis pantai tercapai atau keseimbangan berubah karena perubahan kondisi lingkungan dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dalam jangka pendek, temporer, erosi pantai terjadi pada saat musim angin tertentu berlaku, dan berhenti ketika musim berganti.
B. Penyebab
Terjadinya Erosi Pantai (Abrasi)
Kerusakan lingkungan
akan semakin bertambah seiring dengan berjalannya waktu. Contoh yang sering
kita jumpai belakangan ini adalah masalah abrasi pantai. Abrasi pantai ini
terjadi hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Masalah ini harus segera
diatasi karena dapat mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi makhluk hidup,
tidak terkecuali manusia.
Abrasi disebabkan oleh
naiknya permukaan air laut diseluruh dunia karena mencairnya lapisan es di
daerah kutub bumi. Mencairnya lapisan es ini. merupakan dampak dari pemanasan
global yang terjadi belakangan ini. Seperti yang kita ketahui, pemanasan global
terjadi karena gas -gas CO2 yang berasal dari asap pabrik maupun dari gas
buangan kendaraan bermotor menghalangi keluarnya gelombang panas dari matahari
yang dipantulkan oleh bumi, sehingga panas tersebut akan tetap terperangkap di
dalam atmosfer bumi dan mengakibatkan suhu di permukaan bumi meningkat. Suhu di
kutub juga akan meningkat dan membuat es di kutub mencair, air lelehan es itu mengakibatkan
permukaan air di seluruh dunia akan mengalami peningkatan dan akan menggerus
daerah yang permukaannya rendah. Hal ini menunjukkan bahwa terjadinya abrasi
sangat erat kaitannya dengan pencemaran lingkungan. Selain itu, pengembangan
hasil produksi perikanan maupun pemanfaatan sumber daya kelautan lainnya yang
secara berlebihan juga menjadi salah satu penyebab abrasi walaupun tidak secara
langsung.
Penyebab lainnya yaitu
pada saat terjadinya bencana tsunami, yang mana pada saat tsunami berlangsung,
pecahan ombak juga ikut memecah material yang ada didarat sehingga terjadi
pengikisan di daerah pantai.
C. Tempat
Yang Telah Mengalami Abrasi
Di Indonesia, ada
banyak tempat yang mengalami abrasi, diantaranya yaitu sebagai berikut:
1. Bengkulu
Wilayah pesisir Kota Bengkulu berada di bagian barat pulau Sumatera, yang berhadapan Iangsung dengan Samudera Indonesia. Keberadaan ini menyebabkan Pantai Kota Bengkulu banyak menerima limpasan-limpasan gelombang baik berupa gelombang karena angin, gelombang karena fluktuasi muka air laut dan anus yang menyusur pantai. Akibatnya terjadi abrasi pada pantai tersebut sehingga mengakibatkan adanya perubahan garis pantai. Kerusakan lingkungan oleh proses abrasi telah berlangsung lama, sehingga mengganggu aktivitas nelayan yang merupakan kegiatan sehari-hari masyarakat di wilayah pesisir Kota Bengkulu. Selain itu juga abrasi mengancam keberadaan permukiman masyarakat yang berada di pantai tersebut, sehingga mengganggu perekonomian di Kota Bengkulu.
Fenomena lain akibat dari proses abrasi adalah terjadinya proses sedimentasi, sehingga terjadinya pendangkalan pada daerah pelabuhan yang mengganggu proses bongkar muat di pelabuahan tersebut. Untuk mengatasi kejadian abrasi dan sedimentasi di atas perlu dilakukan pengamanan pantai dengan memberikan perlindungan pantai baik berupa fisik maupun alami serta adanya pengelolaan lingkungan wilayah pesisir yang terpadu. Pengaruh dan proses abrasi di wilayah pesisir Kota Bengkulu yang umumnya terjadi dikarenakan oleh alam, begitu besar dan signifikan maka perlu dilakukan perlindungan terhadap pantai dengan penelitian yang berhubungan dengan gejala alam tersebut, seperti melakukan analisis terhadap gelombang, pasang surut, anus menyusur pantai dan proses transpor sedimen. Dari hasil analisis tersebut akan didapat bentuk bangunan pelindung pantai yang sesuai dengan kerusakan lingkungan di wilayah tersebut.
Wilayah pesisir Kota Bengkulu berada di bagian barat pulau Sumatera, yang berhadapan Iangsung dengan Samudera Indonesia. Keberadaan ini menyebabkan Pantai Kota Bengkulu banyak menerima limpasan-limpasan gelombang baik berupa gelombang karena angin, gelombang karena fluktuasi muka air laut dan anus yang menyusur pantai. Akibatnya terjadi abrasi pada pantai tersebut sehingga mengakibatkan adanya perubahan garis pantai. Kerusakan lingkungan oleh proses abrasi telah berlangsung lama, sehingga mengganggu aktivitas nelayan yang merupakan kegiatan sehari-hari masyarakat di wilayah pesisir Kota Bengkulu. Selain itu juga abrasi mengancam keberadaan permukiman masyarakat yang berada di pantai tersebut, sehingga mengganggu perekonomian di Kota Bengkulu.
Fenomena lain akibat dari proses abrasi adalah terjadinya proses sedimentasi, sehingga terjadinya pendangkalan pada daerah pelabuhan yang mengganggu proses bongkar muat di pelabuahan tersebut. Untuk mengatasi kejadian abrasi dan sedimentasi di atas perlu dilakukan pengamanan pantai dengan memberikan perlindungan pantai baik berupa fisik maupun alami serta adanya pengelolaan lingkungan wilayah pesisir yang terpadu. Pengaruh dan proses abrasi di wilayah pesisir Kota Bengkulu yang umumnya terjadi dikarenakan oleh alam, begitu besar dan signifikan maka perlu dilakukan perlindungan terhadap pantai dengan penelitian yang berhubungan dengan gejala alam tersebut, seperti melakukan analisis terhadap gelombang, pasang surut, anus menyusur pantai dan proses transpor sedimen. Dari hasil analisis tersebut akan didapat bentuk bangunan pelindung pantai yang sesuai dengan kerusakan lingkungan di wilayah tersebut.
2. pesisir
pantai wilayah kabupaten Indramayu
Di daerah pesisir
pantai wilayah kabupaten Indramayu juga pernah mengalami abrasi. Abrasi yang
terjadi mampu menenggelamkan daratan antara 2 hingga 10 meter pertahun dan
sekarang dari panjang pantai 114 kilometer telah tergerus 50 kilometer. Dari 10
kecamatan yang memiliki kawasan pantai, hanya satu wilayah kecamatan yakni
kecamatan Centigi yang hampir tidak memiliki persoalan abrasi. Hal ini karena
di wilayah kecamatan Centi gi kawasan hutan mangrove yang ada masih mampu
melindungi kawasan pantai dari abrasi sehingga tidak terlalu merusak kawasan pesisir.
3. Pantai
Pelabuhanratu
Didaerah ini terjadi
abrasi lantaran kuatnya empasan gelombang laut selatan dan pengrusakan
ekosistem di daerah pesisir tersebut. Untuk itu, pemerintah daerah setempat
tengah membangun alat penahan ombak sebagai bagian dari penataan kawasan
pesisir.
D. Dampak
Erosi Pantai Terhadap Daerah Pesisir Pantai, Pemukiman Penduduk dan
Masyarakatnya
Abrasi yang merupakan
salah satu hasil dari kerusakan di lam memiliki dampak negatif yaitu antara
lain:
·
Penyusutan lebar pantai sehingga menyempitnya
lahan bagi penduduk yang tinggal di pinggir pantai
·
Kerusakan hutan bakau di sepanjang
pantai, karena terpaan ombak yang didorong angin kencang begitu besar.
·
Kehilangan tempat berkumpulnya ikan ikan
perairan pantai karena terkikisnya hutan bakau
Selain itu, di beberapa
tempat di areal pesisir dan pertambakan yang telah terkikis (abrasi pantai) dan
rob yang lebih dalam ke daratan. Tambak-tambak udang yang terkikis menjadi
hilang dan berubah kondisinya menjadi laut dan akibat pemanasan global menyebabkan
air masuk lebih dalam. Hilangnya tambak akibat terkikis, menghilangkan
pendapatan sebagian petani tambak yang dahulunya termasuk golongan petani
‘kaya” menjadi tidak “kaya”. Kondisi ini akan mengubah perilaku petambak yang
tadinya sebagai “juragan” berubah menjadi “bukan juragan”.
Perubahan perilaku
masyarakat dapat bersifat intern maupun ekstern dan dapat bersifat positif
maupun negatif. Intern dalam arti perilaku keseharian yang menyangkut diri
sendiri seperti rasa apatis, apriori, traumatik dan lain-lain, sedang ekstern
adalah perilaku keseharian yang menyangkut terhadap orang lain baik di dalam
keluarga maupun luar keluarga seperti kerjasama, paternalistis dan lain-lain.
Peningkatan pendapatan mengakibatkan perubahan perilaku masyarakat yang ke arah
konsumtif, pemikiran yang lebih maju dan merubah perilaku sosial secara
menyeluruh. Namun sebaliknya kondisi saat ini di kawasan pertambakan Demak
mengalami pendapatan yang menurun atau dapat dikatakan kesejahteraannya
menurun, maka yang terjadi adalah munculnya kemiskinan baru, daya serap tenaga
kerja menurun dan masyarakat kawasan pesisir yang terimbas ikut menurun.
Perubahan pendapatan akan mengubah perilaku masayarakat tersebut.
Karena adanya
pengurangan atau perubahan baik dari hasil pendapatan (menurunnya
perekonomian), kesehatan dan sebagainya,maka tidak sedikit penduduk yang
mengalami penurunan pendapatan akibat abrasi tambak dan rob mengalami perubahan
perilaku yang bersifat negatif yaitu apriori, apatis dan mengalami gangguan
jiwa. Selain itu, Akibat penurunan pendapatan para nelayan dan petani tambak
tidak dapat menyekolahkan anaknya lebih tinggi. Maka, ada penduduk yang
mengambil keputusan untuk mengadakan perpindahan ketempat lain yang
diperkirakan dapat memperbaiki penghasilan mereka.
E. Peranan
Pelestarian Hutan Bakau Sebagai Pencegahan Atau Pengurangan Terjadinya Erosi
Pantai (Abrasi)
Ada beberapa usaha yang
dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya abrasi, diantaranya yaitu:
1. Penanaman
kembali hutan bakau
2. Pelarangan
penggalian pasir pantai
3. Pembuatan
pemecah gelombang
4. Pelestarian
terumbu karang
Hutan Bakau (mangrove)
merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis
pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai
berlumpur (Bengen, 2000). Sementara ini wilayah pesisir didefinisikan sebagai
wilayah dimana daratan berbatasan dengan laut. Batas wilayah pesisir di daratan
ialah daerah-daerah yang tergenang air maupun yang tidak tergenang air dan
masih dipengaruhi oleh proses-proses bahari seperti pasang surutnya laut, angin
laut dan intrusi air laut, sedangkan batas wilayah pesisir di laut ialah
daerah-daerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alami di daratan seperti
sedimentasi dan mengalirnya air tawar ke laut, serta daerah-daerah laut yang
dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan seperti penggundulan
hutan dan pencemaran.
Dalam merehabilitasi
mangrove yang diperlukan adalah master plan yang disusun berdasarkan data
obyektif kondisi biofisik dan sosial. Untuk keperluan ini, Pusat Litbang Hutan
dan Konservasi Alam dapat memberikan kontribusi dalam penyusunan master plan
dan studi kelayakannya. Dalam hal rehabilitasi mangrove, ketentuan green belt
perlu dipenuhi agar ekosistem mangrove yang terbangun dapat memberikan fungsinya
secara optimal (mengantisipasi bencana tsunami, peningkatan produktivitas ikan
tangkapan serta penyerapan polutan perairan). Penyusutan terbesar terjadi di
Jawa Timur, dari luasan 57.500 ha menjadi hanya 500 ha (8 persen), kemudian di
Jabar, dari 66.500 ha tinggal kurang dari 5.000 ha. Sedangkan di Jateng,
tinggal 13.577 ha dari 46.500 ha (tinggal 29 persen). Sementara luas tambak di
Pulau Jawa adalah 128.740 ha yang tersebar di Jabar (50.330 ha), Jateng (30.497
ha), dan di Jatim (47.913 ha). Dikhawatirkan apabila di waktu mendatang
dilakukan ekstensifikasi tambak dengan mengubah hutan mangrove atau terjadi
pengrusakan dan penyerobotan lahan hutan mangrove, maka kemungkinan besar akan
sangat sulit untuk mendapatkan hutan mangrove di Jawa, bahkan didaerah manapun
di Indonesia ini. Hutan bakau atau hutan mangrove, selain sebagai pencegah
terjadinya abrasi, juga memiliki fungsi lain bag kehidupan didaerah pantai,
yaitu sebgai berikut:
1.
Habitat satwa langka
Hutan bakau sering
menjadi habitat jenis-jenis satwa. Lebih dari 100 jenis burung hidup di sini,
dan daratan lumpur yang luas berbatasan dengan hutan bakau merupakan tempat
mendaratnya ribuan burung pantai ringan migran, termasuk jenis burung langka
Blekok Asia (Limnodrumus semipalmatus).
2.
Pelindung terhadap bencana alam
Vegetasi hutan bakau
dapat melindungi bangunan, tanaman pertanian, atau vegetasi alami dari
kerusakan akibat badai atau angin yang bermuatan garam melalui proses filtrasi.
3.
Pengendapan lumpur
Sifat fisik tanaman
pada hutan bakau membantu proses pengendapan lumpur. Pengendapan lumpur
berhubungan erat dengan penghilangan racun dan unsur hara air, karena
bahan-bahan tersebut seringkali terikat pada partikel lumpur. Dengan hutan
bakau, kualitas air laut terjaga dari endapan lumpur erosi.
4.
Penambah unsur hara
Sifat fisik hutan bakau
cenderung memperlambat aliran air dan terjadi pengendapan. Seiring dengan
proses pengendapan ini terjadi unsur hara yang berasal dari berbagai sumber,
termasuk pencucian dari areal pertanian.
5.
Penambat racun
Banyak racun yang
memasuki ekosistem perairan dalam keadaan terikat pada permukaan lumpur atau
terdapat di antara kisi-kisi molekul partikel tanah air. Beberapa spesies
tertentu dalam hutan bakau bahkan membantu proses penambatan racun secara
aktif.
6.
Sumber alam dalam kawasan (In-Situ) dan
luar Kawasan (Ex-Situ)
Hasil alam in-situ mencakup semua fauna dan hasil pertambangan atau mineral yang dapat dimanfaatkan secara langsung di dalam kawasan. Sedangkan sumber alam ex-situ meliputi produk-produk alamiah di hutan mangrove dan terangkut/berpindah ke tempat lain yang kemudian digunakan oleh masyarakat di daerah tersebut, menjadi sumber makanan bagi organisme lain atau menyediakan fungsi lain seperti menambah luas pantai karena pemindahan pasir dan lumpur.
Hasil alam in-situ mencakup semua fauna dan hasil pertambangan atau mineral yang dapat dimanfaatkan secara langsung di dalam kawasan. Sedangkan sumber alam ex-situ meliputi produk-produk alamiah di hutan mangrove dan terangkut/berpindah ke tempat lain yang kemudian digunakan oleh masyarakat di daerah tersebut, menjadi sumber makanan bagi organisme lain atau menyediakan fungsi lain seperti menambah luas pantai karena pemindahan pasir dan lumpur.
7.
Transportasi
Pada beberapa hutan mangrove, transportasi melalui air merupakan cara yang paling efisien dan paling sesuai dengan lingkungan.
Pada beberapa hutan mangrove, transportasi melalui air merupakan cara yang paling efisien dan paling sesuai dengan lingkungan.
8.
Sumber plasma nutfah
Plasma nutfah dari
kehidupan liar sangat besar manfaatnya baik bagi perbaikan jenis-jenis satwa
komersial maupun untuk memelihara populasi kehidupan liar itu sendiri.
9.
Rekreasi dan pariwisata
Hutan bakau memiliki
nilai estetika, baik dari faktor alamnya maupun dari kehidupan yang ada di
dalamnya. Hutan mangrove yang telah dikembangkan menjadi obyek wisata alam
antara lain di Sinjai (Sulawesi Selatan), Muara Angke (DKI), Suwung, Denpasar
(Bali), Blanakan dan Cikeong (Jawa Barat), dan Cilacap (Jawa Tengah). Kegiatan
wisata ini disamping memberikan pendapatan langsung bagi pengelola melalui
penjualan tiket masuk dan parkir, juga mampu menumbuhkan perekonomian
masyarakat di sekitarnya dengan menyediakan lapangan kerja dan kesempatan
berusaha, seperti membuka warung makan, menyewakan perahu, dan menjadi pemandu
wisata.
10. Sarana
pendidikan dan penelitian
Upaya pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi membutuhkan laboratorium lapang yang baik untuk kegiatan
penelitian dan pendidikan.
11. Memelihara
proses-proses dan sistem alami
Hutan bakau sangat
tinggi peranannya dalam mendukung berlangsungnya proses-proses ekologi,
geomorfologi, atau geologi di dalamnya.
12. Penyerapan
karbon
Proses fotosentesis
mengubah karbon anorganik (C02) menjadi karbon organik dalam bentuk bahan
vegetasi. Pada sebagian besar ekosistem, bahan ini membusuk dan melepaskan
karbon kembali ke atmosfer sebagai (C02). Akan tetapi hutan bakau justru
mengandung sejumlah besar bahan organik yang tidak membusuk. Karena itu, hutan
bakau lebih berfungsi sebagai penyerap karbon dibandingkan dengan sumber
karbon.
13. Memelihara
iklim mikro
Evapotranspirasi hutan
bakau mampu menjaga ketembaban dan curah hujan kawasan tersebut, sehingga keseimbangan
iklim mikro terjaga.
14. Mencegah
berkembangnya tanah sulfat masam
Keberadaan hutan bakau
dapat mencegah teroksidasinya lapisan pirit dan menghalangi berkembangnya
kondisi alam.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Erosi pantai adalah proses terkikisnya material penyusun pantai oleh gelombang dan material hasil kikisan itu terangkut ke tempat lain oleh arus. Dari sudut pandang keseimbangan interaksi antara kekuatan-kekuatan asal darat dan kekuatan-kekuatan asal laut, erosi pantai terjadi karena kekuatan-kekuatan asal laut lebih kuat daripada kekuatan-kekuatan asal darat. Erosi pantai dapat dicegah atau dikurangi salah satunya dengan cara melestarikan dan menanam tanaman bakau di daerah pantai untuk menahan material pantai.
Erosi pantai adalah proses terkikisnya material penyusun pantai oleh gelombang dan material hasil kikisan itu terangkut ke tempat lain oleh arus. Dari sudut pandang keseimbangan interaksi antara kekuatan-kekuatan asal darat dan kekuatan-kekuatan asal laut, erosi pantai terjadi karena kekuatan-kekuatan asal laut lebih kuat daripada kekuatan-kekuatan asal darat. Erosi pantai dapat dicegah atau dikurangi salah satunya dengan cara melestarikan dan menanam tanaman bakau di daerah pantai untuk menahan material pantai.
B. Saran
Sebaiknya pelestarian hutan bakau tidak hanya dilakukan pada saat penanamannya saja, namun juga pada saat pemeliharaannya agar tanaman bakau dapat tumbuh dengan baik karena pada hakekatnya tanaman bakau yang baru ditanam termasuk sulit untuk tumbuh. Masyarakat harus mengambil peran dalam mengatasi masalah abrasi dan pencemaran pantai, karena usaha dari pemerintah saja tidak cukup berarti tanpa bantuan dari masyarakat.Ini termasuk penanaman dan pemeliharaan vegetasi pelindung pantai, seperti mangrove dan terumbu karang.
Sebaiknya pelestarian hutan bakau tidak hanya dilakukan pada saat penanamannya saja, namun juga pada saat pemeliharaannya agar tanaman bakau dapat tumbuh dengan baik karena pada hakekatnya tanaman bakau yang baru ditanam termasuk sulit untuk tumbuh. Masyarakat harus mengambil peran dalam mengatasi masalah abrasi dan pencemaran pantai, karena usaha dari pemerintah saja tidak cukup berarti tanpa bantuan dari masyarakat.Ini termasuk penanaman dan pemeliharaan vegetasi pelindung pantai, seperti mangrove dan terumbu karang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar