TEORI
BELAJAR
(
EDWARD CHACE TOLMAN )
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Guru dalam menjalankan perannya sebagai pembimbing, pendidik dan
pengajar serta pelatih bagi peserta didiknya, tentunya dituntut untuk memahami
karakteristik psikologis yang dimiliki oleh masing-masing peserta
didiknya. Dengan kata lain, guru
seharusnya memiliki ilmu yang merupakan dasar pengetahuan yang membekali profesinya, agar mampu
mengembangkan serta menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran, sehingga guru
dapat merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran dan mengevaluasi hasil
dari proses pembelajaran tersebut.
Pendidikan memang tidak bisa dilepaskan dari psikologi,
sumbangsih psikologi terhadap pendidikan sangatlah besar. Kegiatan pendidikan,
khususnya pada pendidikan formal, seperti Pengembangan Kurikulum, Proses
Belajar Mengajar, dan Sistem Evaluasi, serta layanan Bimbingan dan Konseling
merupakan beberapa kegiatan utama dalam pendidikan yang di dalamnya tidak bisa
dilepaskan dari psikologi.
2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan purposive
behaviorisme?
b. Bagaimana konsep teori belajar Edward Chace
Tolman?
c. Apa kontribusi Tolman terhadap teori belajar ?
3. Tujuan Penulisan
Selain untuk memenuhi tugas mata kuliah psikologi pendidikan,
makalah ini kami buat untuk menambah wawasan dan pengetahuan kita semua tentang
teori belajar Edward Chace Tolman.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Purposive Behaviorisme
Teori belajar behaviorisme adalah sebuah teori yang dicetuskan
oleh Gage dan Berliner tentang
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari hasil pengalaman
Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami
perilaku individu. Behaviorisme memandang individu hanya dari sisi fenomena
jasmaniah, dan mengabaikan aspek-aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme
tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam
suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian
rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Teori kaum behavoris
lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah
hasil belajar. Belajar artinya perubahan perilaku organise sebagai pengaruh
lingkungan. Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau
jelek, rasional atau emosional, behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana
perilakunya dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan.
Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku
manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon
terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku
mereka. Dari hal ini, timbulah konsep ”manusia mesin” (Homo Mechanicus). Ciri
dari teori ini adalah:
a. Mementingkan faktor
lingkungan
b. Menekankan pada faktor
bagian
c. Menekankan
pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif.
d. Bersifat mekanis
e. Mementingkan masa lalu
f. Mengutamakan unsur-unsur
dan bagian kecil
g. Mementingkan pembentukan
reaksi atau respon
h. Menekankan pentingnya
latihan
i. Mementingkan mekanisme
hasil belajar
j. Mementingkan peranan
kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang
diinginkan.
Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa
tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau
reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar
terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya.
Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkah laku siswa merupakan
reaksi terhadap lingkungan dan tingkah laku adalah hasil belajar.
Teori Tolman dikenal sebagai purposive behaviorism karena
mencoba untuk menjelaskan goal (tujuan) mengarah pada perilaku atau purposive
behavior. (Tolman menggunakan istilah purposive semata-mata untuk
pendiskripsikan). Ia terkenal dengan contoh mencari perilaku sampai makanan
ditemukan. Oleh karena itu, nampak "as if (seolah-olah)"
perilakunya adalah goal-directed atau purposive. Dalam hal ini ada persamaan
antara Guthrie dan Tolman. Menurut Guthrie perilaku tetap berlaku sepanjang
pemeliharaan stimuli disajikan oleh beberapa status kebutuhan (need).
Sedangkan menurut Tolman perilaku "as if" merupakan goal diarahkan
sepanjang organisma sedang mencari-cari sesuatu yang ada di
lingkungannya.
2. Konsep Teori Belajar
Tolman memperkenalkan penggunaan variable campuran dalam riset
psikologis, asumsi-asumsi umum yang dikemukakan Tolman dalam proses belajar:
a. Apa arti belajar?
Secara pragmatis, teori belajar dapat dipahami sebagai prinspip
umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan
atas sejumlah fakta dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar.
Menurut Tolman, belajar adalah mengenal tentang situasi.
Organisme belajar tentang sesuatu yang ada di sekitarnya, jika ia berbalik ke
kiri, ia akan menemukan sesuatu. Jika ia berbalik ke kanan, ia temukan juga
sesuatu yang lain. Hal ini terjadi secara berangsur-angsur, sehingga ia dapat
membuat kesimpulan sendiri. Dengan demikian, menurut Tolman, belajar itu akan
sia-sia jika hanya dihafal.
b. Konfirmasi versus
Penguatan
Sebagaimana Guthrie,
konsep penguatan (reinforcement) adalah tidak penting bagi Tolman sebagai
variable pembelajaran. Akan tetapi, Tolman mengatakan sebagai konfirmasi, di
mana behavioris menyebutnya Rinforcement.
Selama perkembangan
sebuah peta kognitif, harapan atau dugaan-dugaan dimanfaatkan oleh sebuah
organisme. Dugaan adalah sebuah firasat tentang sesuatu dan fungsinya. Di mana
awal sebuah dugaan bersifat sementara yang disebut hipotesis, yang berasal baik
dari pengalaman maupun bukan. Hipotesis yang telah dikonfirmasikan akan
dipakai. Sedangkan hipotesis yang salah akan dibuang. Yang harus diperhatikan
adalah proses penerimaan maupun penolakan hipotesis merupakan sebuah proses
kognitif bukan termasuk tindakan behavior.
c. Vicarious Trial and
Error
Tolman memperhatikan karakteristik tikus dalam kebingungan
(jalan simpag siur). Ia bisa memanfaatkannya sebagai pendukung untuk
menafsirkan teori belajarnya. Seekor tikus sering berhenti pada suatu titik
tertentu dan memandang sekelilingnya seolah-olah berpikir tentang berbagai
alternatif yang ada. Kegiatan seperti ini (berhenti dan memandang
sekelilingnya) yang disebut Tolman sebagai Vicarious Trial and
Error, sehingga organisme itu bisa membuat kesimpulan sendiri dari
berbagai kegiatan yang telah dilakukannya.
d. Belajar versus Performa
Menurut Tolman, individu mengetahui banyak hal tentang
lingkungan di sekitarnya, akan tetapi, individu hanya akan melaksanakan
informasi atau pengetahuan itu ketika
melakukannya. Dalam status kebutuhan (need), organisme
memanfaatkan apa yang telah dipelajarinya hingga sampai pada real
testing yang bisa menguangi kebutuhan itu. Misalnya, ada dua kran air
dalam rumah kita, dalam jangka waktu yang lama, kita tidak pernah memperhatikan
atau meminumnya hingga suatu saat terasa sangat haus. Secara spontan kita akan
meminumnya salah satu dari keduanya. Dari sini, kita akan mengetahui bagaimana
menemukan air minum itu tanpa harus menunggu hingga terasa haus.
Beberapa point sejauh ini yang dapat diringkas adalah:
1) Organisme membawa
kepada bentuk problem-solving berbagai hipotesis, yang bisa
jadi akan memanfaatkan percobaan untuk memecahkan masalah ini. Hipotesis ini
sebagian besar didasarkan pada pengalaman terdahulu. Tolman juga percaya bahwa
beberapa strategi problem-solving bisa jadi merupakan pembawaan.
2) Hipotesis yang survive,
yaitu yang sesuai dengan kenyataan menjadikan maksud atau tujuan tercapai.
3) Ketika ada berbagai
tuntutan maupun alasan yang harus dipenuhi, sebuah organisme akan memanfaatkan
penggunaan informasi yang ada dalam peta kognitifnya. Hal inilah yang menjadi
dasar perbedaan learning dan performance.
e. Belajar Laten
Belajar laten (latent lerning ) adalah belajar yang tidak di
terjemahkan ke dalam performa atau kinerja. Dengan kata lain, adalah mungkin
hasil belajar akan tetap disimpan dalam jangka waktu yang lama sebelum ia
dimunculkan dalam bentuk prilaku. Konsep belajar laten sangat penting bagi
Tolman, dan dia menganggap dirinya telah berhasil menunjukan eksistensinya.
Tolman lebih dikenal
dengan istilah latent learning yakni belajar yang tidak
diwujudkan dalam performance. Dengan kata lain, latent
learning merupakan kemungkinan belajar yang terbengkalai dalam waktu
yang amat panjang sebelum hal tersebut dinyatakan dalam prilaku. Konsep
tentang latent learning sangat penting bagi Tolman, dan dia
merasa sukses dalam mendemonstrasikan eksistensinya. Eksperimen terkenal yang
dilakukan oleh Tolman dan Honzik (1930) melibatkan tiga kelompok tikus, yang
mencoba belajar untuk memecahkan suatu kebingungan (jaringan jalan yang simpang
siur). Kelompok pertama, tidak pernah diperkuat untuk dengan tepat melintasi
jalan yang simpang siur itu. Kelompok kedua, selalu diperkuat (reinforced).
Sedang kelompok ketiga, tidaklah diperkuat sampai hari ke-11 mengadakan
percobaan. Kelompok terakhir inilah yang menarik bagi Tolman. Teorinya
tentang latent learningmeramalkan bahwa kelompok ini akan belajar
di simpang siur jalan itu, sama halnya dengan kelompok yang secara teratur
diperkuat. Dan ketika penguatan (reinforcement) diperkenalkan pada hari
ke-11, kelompok ini akan melakukan seperti halnya kelompok yang secara terus
menerus diperkuat (reinforced).
f.
Belajar Ruang versus Belajar Respon
Tolman berpendapat bahwa hewan belajar sesuatu itu berada,
sedangkan teoritisi S-R berpendapat bahwa hewan mempelajari respons spesifik
dan stimulasi spesifik. Tolman dan rekannya melakukan serangkaian percobaan
yang di rancang unuk mengetahui apakah hewan adalah pembelajar ruang, seperti
dikatakan Tolman, ataukah pembelajar respons,seperti dikatakan teoritisi S-R.
Percobaan ini dilakukan oleh Tolman. Ritchie, dan Kalish.
g. Ekspektasi Penguatan
Menurut Tolman, ketika
kita belajar, kita menganalisa "situasi". Term understanding selalu
ada hubungannya dengan Tolman sebagaimana para behavioris. Dalam situasi problem-solving,kita
belajar untuk memperoleh cara yang paling paktis. Kita belajar untuk
mengharapkan terjadinya persitiwa tertentu, mengikuti peristiwa yang lain.
Seekor binatang mengharapkan jika ia pergi ke suatu tempat tertentu, maka ia
akan menemukan reinforcer tertentu. Manurut pada ahli teori
S-R, bahwa merubah reinforcer dalam teori belajar tidak akan
mengganggu prilaku sepanjang kuantitas reinforcement tidak
dirubah secara drastis. Sedangkan menurut Tolman, ia memprediksikan, jika reinforcer dirubah,
prilaku akan terganggu, karena reinforcement expectancy merupakan
bagian dari apa yang diharapkan.
4. Kontribusi Tolman Terhadap Teori Belajar
Ketika kita mencari kontribusi Tolman terhadap teori belajar
maka akan kita dapatkan penemuan tunggalnya tentang latent learning. Kontribusi
terbesar Tolman tak sebanyak dalam penemuan penelitian yang spesifik dan lebih
memerankan tugasnya melawan behavioris Hull. Dimana Hull dan teman-temannya
mampu menolak pendapat psikologi Gestalt dan Piaget, yang terjadi perbedaan
keduanya pada metodologi dan subyek bersifat eksperimen.
Tolman merupakan penengah bagi para behavioris S-R dengan para
psikolog yang memandang belajar sebagai proses kognitif
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Implikasi perkembangan teori pembelajaran
sekarang sangatlah beragam. Guru dapat menerapkan menurut aliran-aliran teori
tertentu. Seperti teori purposive behaviorism dalam
pembelajaran guru memperhatikan tujuan belajar, karakteristik siswa, dan
sebagainya. Aplikasi teori purposive behaviorism dalam kegiatan
pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat
materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran
yang tersedia.
2. Saran
Pengertian, prinsip, dan perkembangan teori
pembelajaran hendaknya dipahami oleh para pendidik dan diterapkan dalam dunia
pendidikan dengan benar, sehingga tujuan pendidikan akan benar-benar dapat
dicapai. Dengan memahami berbagai teori belajar, prinsip-prinsip pembelajaran
dan pengajaran, pendidikan yang berkembang di bangsa kita niscaya akan
menghasilkan output-output yang berkualitas yang mampu membentuk
manusia Indonesia seutuhnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar